Jumat, 07 Mei 2010

Pygmalion Effect


pygmalion-effect
Keyakinan kita tidak hanya memengaruhi kita dan kinerja kita, tetapi juga memengaruhi orang-orang yang berinteraksi dengan kita. Sebagai seorang guru,orang tua,bos atau teman, keyakinan anda tentang murid, anak-anak, pegawai dan teman anda akan memengaruhi bagaimana anda memperlakukan mereka, bagaimana respons mereka dan akhirnya bagaimana kinerja mereka.
Pernahkah anda mendengar istilah efek pygmalion?  Fenomena psikologi ini pertama kali disajikan oleh Robert Merton 1957, seorang profesor sosiologi dari columbia University. Ini adalah tentang bagaimana harapan terhadap orang lain dapat menjadi sebuah kenyataan.
Penelitian tersebut melibatkan seorang guru yang diperintahkan untuk mengajar kelas baru yang terdiri dari anak-anak berbakat. Sang guru tersebut tidak tahu bahwa sebenarnya anak-anak tersebut merupakan anak-anak dengan IQ rendah. Lebih parah lagi, mereka memiliki masalah dalam perilaku.
Dapat diduga, pada saat sang guru mulai mengajar, anak-anak tersebut pun mulai berperilaku tidak baik dan tidak belajar, atau pun memberi respons. Tetapi karena sang guru yakin bahwa anak-anak tersebut memiliki IQ tinggi, Ia memiliki gambaran bahwa anak-anak tersebut tidak bermasalah, namun dialah yang bermasalah.
Ia mulai merasa bertanggung jawab pada masalah perilaku dan ketidaktertarika mereka untuk belajar. Mungkin cara mengajarnya yang membosankan dan tidak cukup merangsang perhatian anak-anak yang berbakat dan berstandar tinggi itu.
Maka, Ia pun mulai bereksperimen dengan mengubah cara mengajarnya, Ia mulai mendorong mereka, membangkitkan keingintahuan mereka, menantang mereka dengan permainan-permainan dan kegiatan yang betul-betul menantang mereka. Semakin ia memperlakukan mereka seperti anak-anak berbakat, semakin kuat respons mereka.
Pada akhir tahun ajaran, nilai akademik anak-anak tersebut meningkat dengan tajam. Dan pada waktu di tes lagi, IQ mereka rata-rata naik 20-30 poin. Maka sang guru pun dikatakan telah menciptakan anak-anak berbakat! (Pikirkanlah berapa banyak anak yang dipandang lamban menjadi betul-betul lamban hanya karena gurunya yang kurang memberikan inspirasi?)
Dalam tulisannya yang berjudul “Teori sosial dan struktur sosial”, Merton mengatakan bahwa fenomena tersebut terjadi karena “sebuah definisi yang salah atas sesuatu dapat membangkitkan perilaku baru yang membuat konsepsi perilaku yang salah menjadi benar. “
Dengan kata lain, jika sebuah harapan sudah ditetapkan, meskipun tidak akurat, kita cenderung untuk bertindak dengan cara-cara yang sejalan dan konsisten dengna harapan tersebut. Dan, sering mengejutkan kita bahwa hasilnya adalah harapan tersebut, seperti sebuah sulap, menjadi kenyataan

Kamis, 06 Mei 2010

Roti berbentuk bagian tubuh manusia

Kittiwat Unarrom, seorang mahasiswa seni Universitas Silpakorn, Bngkok, mengejutkan banyak orang dengan hasil karya seninya yang unik. Sewaktu menjadi mahasiswa, Kittiwat memulainya dengan melukis potret. Kemudian, Ia melangkah ke media campuran, sebelum akhirnya berkarya seni dengan memakai adonan roti, yang sudah lama ia kenal karena kittiwat datang dari keluarga pembuat roti. Uniknya, dari adonan roti, cokelat, kismis, dan kacang mede, Ia membuat patung-patung seram berbentuk kepala, tangan, dan kaki manusia. Ia mempelajarinya dari buku anatomi tubuh  manusia dan mengingat sejelas-jelasnya untuk kemudian dituangkan menjadi hasil karya seni yang ia banggakan. Orang mungkin enggan memakannya ketika melihat roti itu. Namun setelah mencobanya, roti-roti itu sebenarnya hanya roti-roti biasa. Kittiwat berharap idenya ini dapat membantu menyelesaikan tugas disertasi untuk mendapatkan gelar masternya. Ia juga berencana menaruh hasilnya karyanya ini pada pameran di institut seni di thailand.

PENCARIAN